Kamis, 05 Januari 2012

Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian
Dalam beberapa tahun terakhir ini, perkembangan upaya pelayanan kesehatan di indonesia telah berkembang dengan pesat sehingga meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kefarmasian, mengingat pelayanan kefarmasian di RS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan RS, dimana pelayanan kesehatan RS menggunakan perbekalan farmasi (Suciati dan Wiku 2006).
Pelayanan kefarmasian adalah mengoptimalkan bentuk penggunaan obat dengan harus tetap menjamin ketersediaan, keamanan, dan keefektifan penggunaan obat. Obat adalah bentuk riil dari jasa pelayanan RS, oleh karena itu untuk lebih meningkatkan kualitas dari pengadaan bahan baku obat, RS perlu meningkatkan internal kontrol atas persediaan obat.
Persediaan obat-obatan pada suatu RS sangat besar dalam material jumlah. Apabila dalam penanganan pemberian obat-obatan pada pasien (pasien rawat jalan dan rawat inap) tidak mempunyai pengendalian, maka sudah pasti RS tersebut akan mengalami kerugian yang besar apabila tidak memiliki pengendalian yang memadai.
Pentingnya manajemen pengadaan dan pengendalian obat di RS merupakan salah satu faktor untuk mengamankan persediaan obat pada suatu RS, oleh karena itu penulis akan membahas kedua aspek tersebut.
Rumah Sakit
Definisi rumah sakit menurut WHO adalah suatu organisasi sosial terintegrasi yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan lengkap bagi masyarakat. Pelayanan tersebut dapat bersifat penyembuhan (kuratif), peningkatan (promotif), perbaikan (rehabilitatif), maupun pencegahan (preventif). Rumah Sakit (RS) sebagai sarana kesehatan yang semula hanya melaksanakan upaya pemulihan kesehatan dan penyembuhan, dengan adanya orientasi nilai dan pemikiran sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan sosial budaya juga melaksanakan upaya peninngkatan dan pencegahan secara terpadu. Upaya kesehatan di RS merupakan organisasi yang unik dan kompleks (Purdjaningsih, 1996).
1. Klasifikasi RS berdasarkan kepemilikan:
a) Rumah sakit pemerintah
b) Rumah sakit swasta
2. Klasifikasi berdasarkan pelayanan:
a) Rumah sakit umum
b) Rumah sakit khusus
3. Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan:
a) Rumah sakit pendidikan
b) Rumah sakit non pendidikan
4. Klasifikasi umum pemerintah:
a) Rumah sakit umum kelas A
b) Rumah sakit umum kelas B
c) Rumah sakit umum kelas C
d) Rumah sakit umum kelas D
Rumah sakit Umum Pusat dan RSU Daerah berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 983/MenKes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi RSU diklasifikasikan:
a. Rumah sakit kelas A
Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh pemerintah, Rumah Sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga sebagai Rumah Sakit Pusat. Pada umumnya memiliki kapasitas tempat tidur lebih dari 1000 unit.
b. Rumah sakit kelas B
Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan medik sekurang-kurang nya 11 spesialis luas dan subspesialis terbats. Dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 500 sampai 1000 unit.
c. Rumah sakit kelas C
Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam pelayanan spesialis yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Rumah sakit kelas C memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak150-500 unit.
d. Rumah sakit kelas D
Rumah Sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum kedokteran gigi. Rumah Sakit kelas D memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 50 sampai 150 unit.
e. Rumah sakit kelas E
Rumah Sakit kelas E adalah rumah sakit khusus yang hanya memberikan satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini ditemukan beberapa rumah sakit kelas E tersebut, seperti misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru-paru dan lain sebagainya yang seperti ini.
Instalasi Farmasi RS (IFRS)
Instalasi Farmasi RS (IFRS) adalah salah satu unit pelayanan penunjang yang mempunyai tugas pengelolaan obat. IFRS dipimpin dan dibawah wewenang dan tanggung jawab apoteker dibantu oleh sejumlah staf yang cukup sesuai dengan keahliannya (DepKes RI, 1998).
Fungsi IFRS menurut DepKes RI, 1998 meliputi:
1. Mengatur pelaksanaan pengadaan (pembelian, pembuatan, dan bantuan penggudangan dan penyaluran obat-obatan atau perbekalan farmasi lainnya.
2. Menetapkan ketentuan pengeluaran atau permintaan obat-obatan atau perbekalan farmasi dari gudang farmasi sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh direktur.
3. Menyelenggarakan dan mengamati seluruh kegiatan dalam bidang farmasi.
4. Bekerjasama dengan bagian atau unit lain mengenai pemakaian obat-obatan dan perbekalan farmasi standar.
5. Bertanggungjawab atas kelancaran penyediaan obat-obatan atau perbekalan farmasi untuk kebutuhan Rumah Sakit.
6. Menyusun laporan prtanggungjawaban secara berkala.
7. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tenaga yang erat hubungannya dengan kegiatan instalasi farmasi yang meliputi tenaga farmasi, medis, dan paramedis.
8. Turut serta dalam pelaksanaan penilaian di Rumah Sakit yang meliputi medical and pharmaceutical research terutama dalam mengembangkan stabilitas dan formulasi obat, serta monitoring efek samping obat, khususnya dalam usaha meningkatkan mutu guna melayani keamanan penderita dalam penggunaan obat.
9. Pengembangan IFRS sebagai unit penunjang harus seirama dengan pengembangan unit lain di RS.
Adapun fungsi utama kegiatan farmasi di RS adalah menyediakan obat bagi pasien baik rawat jalan maupun rawat inap. Aspek penting dari fungsi ini adalah upaya menilai efektifitas dan keamanan obat yang dibarikan serta interaksi dengan obat yang lainnya. Dalam hal ini maka sistem informasi yang baik akan amat membantu pelayanan kefarmasian di RS (Aditama, 2000).
Pengadaan Obat
Merupakan suatu proses dari penentuan item obat dan jumlah tiap item berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Pemilihan pemasok, penulisan surat pesanan, tujuannya adalah untuk memperoleh obat dengan harga yang layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin, tepat waktu, proses berjalan lancar, tidak memerlukan tenaga dan waktu yang berlebihan (Quick dkk, 1997).
Langkah –langkah Proses Pengadaan Obat:
  1. Mereview daftar obat/barang FA yang diadakan. Pada proses ini dilakukan pendaftaran yang didasarkan pada perencanaan.
  2. Menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibekali
  3. menyesuaikan dengan situasi
  4. Memilih metode pengadaan
  5. Memilih suplier/rekanan
Persyaratan yang harus dibuat a.l : legalitas, kualitas, produk, lead time/waktu tunggu, diskon, serta persetujuan yang terjadi.
  1. Membuat syarat kontrak kerja
  2. Memonitor pengiriman barang
Harus sesuai anatara peasanan dengan faktur dan barang yang diterima.
  1. Menerima barang dan memeriksanya (no batch dan ED)
  2. Melakukan pembayaran serta menyimpannya, yang kemudian didistribusikan.
Menurut Quick dkk, 1997 ada 4 metode pada proses pengadaan, yaitu:
1. Pembelian Langsung/Sistem Just In Time (JIT)
Pengadaan obat dengan pembelian langsung sangat menguntungkan karena di samping waktunya cepat, juga:
a) volume obat tidak begitu besar sehingga tidak menumpuk atau macet di gudang,
b) harganya lebih murah karena langsung dari distributor atau sumbernya,
c) mendapatkan kualitas seperti yang diinginkan,
d) bila ada kesalahan mudah mengurusnya,
e) dapat kredit,
f) memperpendek lead time,
g) sewaktu-waktu kehabisan atau kekurangan obat dapat langsung menghubungi distributor (Istinganah dkk, 2006).
2. Tender Terbuka
Biasanya dilakukan oleh RS negri dengan dana dari APBN/APBD. Untuk melakukan tender terbuka ini perlu sebuah panitia tersendiri dan penilaian yang mantap terhadap distributor (mutu produk dan harga).
Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai kriteria yang telah ditetapkan, karena biasanya pengumumannya lewat media cetak maupun elektronik. Pada penentuan harga, metode ini menguntungkan karena harga dapat ditekan, namun butuh waktu yang lama, serta perhatian penuh.
3. Tender Tertutup
Hanya dilakukan untuk rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya riwayat yang baik (a.l.: pelayanannya baik, MoU-nya mudah dan bila ada obat yang kadaluarsa dapat dikembalikan). Penentuan harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja pun lebih ringan bila dibandingkan lelang terbuka.
4.Tawar-menawar
Disebut juga pengadaan dengan negosiasi, dimana pembeli melakukan pendekatan pada beberapa supplier (biasanya 3 atau lebih) untuk menentukan harga. Pembeli juga dapat melakukan tawar-menawar dengan para supplier untuk memperoleh harga atau pelayanan tertentu
Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam fungsi pengadaan adalah harus memenuhi syarat, yakni:
1.Doelmatig, artinya sesuai tujuan atau sesuai rencana
Haruslah sesuai kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya
2. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau sesuai kemampuan
Biasanya anggaran yang dialokasikan oleh RSU yang dikelola pemerintah (pusat atau daerah) tidak sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya (kebutuhan melebihi anggaran yang tersedia). Untuk itu perlu disusun skala prioritas atas dasar manfaat.
3.Wetmatig, artinya system atau cara pengadaannya haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Metode Proses Pengendalian Pengadaan Obat:
Setelah dilakukan pengadaan, tahap selanjutnya adalah tahap evaluasi yang dapat dilakuakn tiap 6 atau 3 atau 1 bulan atau mingguan. Pengendalian pengadaan obat dapat dengan metode :
1. Kartu Stock
Kartu stok diperlukan untuk memantau jumlah persediaan tiap hari digudang dengan tujuan untuk mengantisipasi obat-obat yang termasuk fast moving sehingga bisa habis sebelum waktu yang direncanakan.
2. Buffer stock/ Safety stock
Metode ini digunakan untuk mengantisipasi pemakaian obat per hari yang melebihi perencanaan maupun kedatangan obat yang melebihi lead time. Buffer stok adalah setengan dari ROP.
3. EOQ, FOQ, ROP
ROP digunakan utnuk mengetahui pada titik berapa perbekalan harus diadakan kemabli. EOQ digunakan untuk mengetahui jumlah barang yang paling ekonomis untuk diadakan. EOI digunakan untuk mendapat gambaran setiap berapa hari hars dilakukan pengadaan ulang.

Ditulis Oleh : arimjie blog ~Arimjie Blog~ share about what I know

icon-kecil Artikel Pelayanan Kefarmasian ini diposting oleh arimjie blog pada hari Kamis, 05 Januari 2012. Anda bisa menemukan artikel Pelayanan Kefarmasian ini dengan url http://arimjie.blogspot.com/2012/01/pelayanan-kefarmasian_05.html, Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pelayanan Kefarmasian ini sangat bermanfaat, namun jangan lupa untuk meletakkan link Pelayanan Kefarmasian sebagai sumbernya.

..:: Terimakasih::..

Artikel Terkait Lainnya Seputar:



0 comments:

Posting Komentar

Mohon Berkomentarlah dengan Baik dan Sopan, tanpa harus memasang link hidup. Trims

 

Selamat Datang

Selamat datang di Arimjie Blog, saya harap anda senang berada diblog sederhana ini. Blog ini saya tulis apa adanya, ada yang muncul dari hasil pemikiran sendiri ada juga dari materi kuliah, hasil copas (tentunya diedit dulu..hehe..

Sekilas tentang Arimjie Blog

Nama lengkap saya Abd.Karim biasanya disapa Arim ato Aim saya membuat blog ini karena ingin berbagi ma teman-teman, sekaligus eksis di dunia blogger and dunia maya tentunya :p

Navigasi

Info